Tangselin.com – Berlari merupakan aktivitas fisik yang sangat populer karena mudah ddilakukan dan menyehatkan. Namun, banyak orang yang justru mengalami cedera atau kelelahan karena melakukan kesalahan berlari. Sayangnya, kesalahan berlari ini sering terjadi karena minimnya pengetahuan dasar dalam teknik berlari yang benar.
Tak sedikit pelari pemula—bahkan yang sudah rutin sekalipun—tidak sadar bahwa mereka melakukan beberapa kesalahan berlari yang umum. Dari memilih sepatu yang tidak sesuai hingga pola napas yang salah, semua bisa berdampak buruk pada performa dan kesehatan tubuh.
Kabar baiknya, Anda bisa menghindari berbagai kesalahan berlari yang umum jika mengenali gejala dan penyebabnya sejak awal. Dengan begitu, aktivitas lari bukan hanya menjadi lebih efektif, tapi juga aman dan menyenangkan. Penting juga untuk selalu mengevaluasi teknik yang ddigunakan, apalagi jika sudah mulai terasa tidak nyaman.
Artikel ini akan mengulas secara lengkap tentang kesalahan-kesalahan yang sering dilakukan saat berlari, sekaligus memberikan solusi praktis untuk menghindarinya. Jangan lewatkan, terutama jika Anda sedang membangun kebiasaan hidup sehat melalui olahraga lari.
Mari kita bahas satu per satu kesalahan berlari umum saat berlari dan bagaimana Anda bisa memperbaikinya demi kesehatan jangka panjang dan performa optimal.
1. Memakai Sepatu Lari yang Tidak Sesuai: Kesalahan Berlari
Banyak pelari memilih sepatu hanya berdasarkan merek atau model yang sedang tren. Padahal, sepatu lari yang tidak sesuai bisa memicu nyeri pada kaki, lutut, bahkan punggung. Kesalahan berlari ini sangat sering terjadi, terutama pada pemula yang belum mengenal bentuk kaki dan gaya berlarinya sendiri.
Sepatu yang terlalu sempit atau solnya tidak mendukung bisa menyebabkan lecet dan peradangan. Apalagi jika digunakan berlari di permukaan keras dalam waktu lama, risiko cedera pun meningkat. Oleh karena itu, penting untuk memahami jenis kaki Anda, apakah memiliki pronasi berlebih, netral, atau supinasi.
Pastikan Anda membeli sepatu di toko olahraga yang menyediakan analisis gaya lari atau treadmill test. Hal ini bisa membantu Anda mendapatkan sepatu yang benar-benar cocok, bukan hanya nyaman. Selain itu, jangan hanya fokus pada tampilan, tapi prioritaskan fungsi dan perlindungan.
Jika sepatu sudah berusia lebih dari 500 kilometer pemakaian, sebaiknya diganti. Bantalannya bisa rusak dan tidak lagi memberikan perlindungan optimal. Perhatikan juga sol luar—apakah sudah menipis atau tidak rata.
2. Tidak Melakukan Pemanasan dan Pendinginan
Sering kali pelari melewatkan pemanasan sebelum berlari karena ingin segera memulai atau merasa tubuh sudah siap. Padahal, pemanasan penting untuk meningkatkan sirkulasi darah dan mengurangi risiko cedera otot. Melewati tahap ini sama seperti membawa mesin ddingin langsung melaju kencang—rentan rusak.
Gerakan ddinamis seperti lunges, high knees, dan leg swings sangat ddirekomendasikan sebagai bagian dari pemanasan. Jangan hanya mengandalkan stretching statis karena bisa membuat otot malah kaku saat ddigunakan.
Begitu juga setelah selesai lari, pendinginan sangat penting. Ini membantu tubuh bertransisi dari aktivitas intens menuju kondisi istirahat. Tanpa pendinginan, jantung dan sirkulasi bisa terganggu dan memperlambat pemulihan otot.
Sisihkan 5–10 menit untuk stretching ringan setelah berlari. Fokuskan pada otot betis, paha belakang, dan punggung bagian bawah. Ini bisa mencegah nyeri otot esok harinya dan menjaga fleksibilitas tubuh.
3. Pola Napas Tidak Teratur Saat Berlari
Pola pernapasan sering diabaikan oleh pelari, padahal ini sangat penting untuk menjaga stamina dan fokus. Bernapas tidak teratur saat berlari membuat tubuh lebih cepat lelah, karena pasokan oksigen tidak optimal.
Biasanya pelari pemula hanya bernapas lewat mulut, atau terlalu cepat saat berlari cepat. Idealnya, Anda perlu menyesuaikan napas dengan ritme langkah—misalnya dua langkah tarik napas, dua langkah buang napas. Ini disebut pola napas ritmis dan sangat membantu menstabilkan energi.
Jangan ragu untuk latihan pernapasan ddi luar waktu lari, seperti melalui yoga atau teknik pernapasan ddiafragma. Ini akan membantu memperkuat otot pernapasan dan mengurangi ketegangan di dada saat berlari jarak jauh.
Jika napas terasa terengah-engah terus, berarti intensitas lari terlalu tinggi. Kurangi kecepatan dan fokus pada napas terlebih dahulu, baru kemudian meningkatkan ritme secara bertahap.
4. Melangkah Terlalu Panjang (Overstriding)
Banyak pelari mengira bahwa langkah yang panjang akan membuat mereka lebih cepat. Padahal, overstriding saat berlari justru meningkatkan risiko cedera dan menguras energi lebih cepat. Hal ini terjadi ketika kaki mendarat terlalu jauh di depan tubuh, biasanya di tumit.
Ketika kaki mendarat terlalu jauh, tubuh akan menahan gaya dorong berlebihan yang bisa berdampak pada lutut dan pinggul. Gerakan ini juga memperlambat transisi langkah berikutnya, membuat lari menjadi tidak efisien.
Cara menghindarinya adalah dengan fokus pada frekuensi langkah, bukan panjang langkah. Idealnya, pelari memiliki cadence atau langkah sekitar 170–180 per menit. Aplikasi metronome bisa membantu mengatur ritme agar tetap konsisten.
Cobalah berlari dengan posisi badan sedikit condong ke depan dari pergelangan kaki, bukan pinggang. Ini membantu menjaga kaki tetap berada di bawah tubuh saat mendarat, mengurangi tekanan dan meningkatkan efisiensi.
5. Mengabaikan Asupan Nutrisi dan Hidrasi
Berlari bukan hanya soal fisik, tapi juga tentang kesiapan tubuh dari dalam. Banyak pelari mengabaikan pentingnya hidrasi dan nutrisi, terutama saat lari jarak jauh. Tubuh yang kekurangan cairan atau energi akan cepat kelelahan, bahkan bisa mengalami kram atau pusing.
Sebelum lari, pastikan Anda mengonsumsi makanan ringan tinggi karbohidrat kompleks seperti pisang atau roti gandum. Hindari makanan berat atau berlemak karena bisa menyebabkan mual saat berlari. Saat berlari lebih dari 45 menit, pertimbangkan untuk membawa minuman elektrolit atau energy gel.
Setelah lari, isi kembali energi tubuh dengan protein dan karbohidrat untuk mempercepat pemulihan otot. Jangan lupakan air putih minimal 500 ml agar tubuh tidak mengalami dehidrasi.
Keseimbangan nutrisi sangat penting dalam menunjang performa lari. Jadi jangan remehkan apa yang Anda konsumsi sebelum dan sesudah aktivitas ini.
6. Terlalu Sering atau Terlalu Jarang Berlari
Konsistensi adalah kunci, namun terlalu bersemangat juga bisa jadi boomerang. Beberapa pelari melakukan latihan terlalu sering tanpa waktu istirahat, sementara yang lain terlalu jarang hingga kehilangan adaptasi tubuh.
Terlalu sering berlari bisa menyebabkan overtraining syndrome—yaitu kelelahan kronis, gangguan tidur, hingga penurunan performa. Di sisi lain, jarang berlari membuat otot dan sistem kardiovaskular kehilangan kemampuannya.
Atur jadwal latihan yang seimbang, misalnya 3–4 kali seminggu dengan variasi intensitas. Sisihkan 1–2 hari untuk istirahat penuh atau melakukan aktivitas pemulihan aktif seperti yoga, jalan santai, atau berenang.
Jangan abaikan sinyal tubuh Anda. Jika merasa nyeri yang tidak biasa, lebih baik istirahat daripada memaksakan ddiri.
7. Tidak Menetapkan Tujuan yang Jelas
Motivasi bisa hilang jika Anda tidak tahu untuk apa berlari. Tidak memiliki target dalam berlari membuat latihan menjadi monoton dan membosankan. Bahkan bisa memicu kelelahan mental.
Tentukan tujuan realistis, seperti menyelesaikan 5K pertama Anda dalam 30 hari, atau meningkatkan kecepatan 1 kilometer dalam waktu tertentu. Tujuan yang jelas akan memberikan arah, dan setiap pencapaian kecil bisa menjadi motivasi tambahan.
Gunakan aplikasi lari untuk melacak progres Anda. Ini akan membantu Anda melihat perkembangan sekaligus mengatur ulang strategi bila perlu. Berlari dengan tujuan akan terasa lebih menyenangkan dan bermakna.
Ingat, setiap langkah Anda membawa perubahan—baik secara fisik maupun mental.
Kesimpulan Kesalahan Berlari yang Kerap Terjadi
Menghindari kesalahan berlari adalah langkah awal menuju rutinitas olahraga yang lebih aman, menyenangkan, dan efektif.